BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang tua tentunya ingin mempunyai anak yang sehat baik secara
fisik maupun psikis. Namun pada kenyataannya ada beberapa kondisi yang
menyebabkan bayi lahir dengan keadaan cacat bawaan atau kelainan kongenital.
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan
janin yang terjadi sejak konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan
10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan
oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah diperkirakan
kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu
pertama kehidupannya.
Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan
genetik yang diwariskan dari orangtua kepada anaknya. Namun ada orangtua yang
hanya bertindak sebagai pembawa sifat (carrier) saja dan penyakit ini baru
muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya hidupnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud kelainan kongenital?
2.
Apa yang menyebabkan kelainan kongenital?
3.
Bagaimana patologi dan patofisiologi kelainan
kongenital?
4.
Bagaimana cara untuk mencegah kelainan kongenital?
5.
Apa yang dimaksud pemeriksaan atau diagnosis kelainan
kongenital?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui tentang kelainan kongenital.
2.
Mengetahui penyebab kelainan kongenital.
3.
Mengetahui patologi dan patofisiologi kelaianan
kongenital.
4.
Mengetahui cara mencegah kelainan kongenital.
5.
Mengetahui pemeriksaan atau diagnosis kelainan
kongenital.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir
yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam
Neonatologi IDAI 2008).
Kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan
bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa
tahun setelah kelahiran. Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh keabnormalan
genetika, sebab-ssebab alamiah atau faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui.
Kelainan
kongenital dapat dibagi menjadi dua, yaitu malformasi kongenital yang timbul sejak priode embrional
sebagai gangguan primer morfogenesis atau organogenesis, dan deformitas kongenital yang
timbul pada kehidupan fetus akibat mengalami perubahan morfologik dan struktur,
seperti perubahan posisi, maupun bentuk dan ukuran organ tubuh yang semula
tumbuh normal.
Kelainan
kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati, atau
kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan
sering diakibatkan oleh kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk
masa kehamilannya. Berat bayi lahir rendah dengan kelainan kongenital berat,
kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Selain
pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis
pra/antenatal dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan
ultrasonografi (USG), fetoskopi, pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus korionik,
dan pemeriksaan darah janin.
B.
Etiologi Kelainan Kongenital
Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kelainan
congenital adalah sebagai berikut :
1.
Kelainan
Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu
kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di
antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi
dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan
("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang
sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya. Dengan
adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa
kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat
dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh
kelainankhromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism)
kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
2.
Faktor
mekanik
Tekanan mekanik
pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ
tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu
organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki
sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus
(clubfoot)
3.
Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan
dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping
dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan
terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah
infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada
mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang
dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat
seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4.
Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan
terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum
wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik
belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya
trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama
sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang
terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk
penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan;
keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan
akibatnya terhadap bayi.
5.
Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
6.
Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan
kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau
ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan
pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7.
Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada
orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin
sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam
masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
8.
Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan,
adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan
lain-Iain dapat menaikkan kejadian dan kelainan kongenital.
9.
Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
C. Patologi dan
Patofisiologi Kelainan Kongenital
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1.
Malformasi
Malformasi
adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan
dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu
jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga
menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh
malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek
penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung.
Malformasi
dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah
suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi
tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak
akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh
pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran
cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada
kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra
putting susu adalah contoh dari malformasi minor.
2. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai
bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya
mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau
mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh
keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti
primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus,
kehamilan kembar.
3.
Disrupsi
Disrupsi
adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh
gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi
sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh
tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau
perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut pita amnion,
dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas,
jari-jari, tengkorak, serta muka.
4.
Displasia
Istilah
displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau
organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh.
Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel,
biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar
disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara
intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga
patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek
dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin
berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia
dapat terus-menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.
D. Pencegahan
Kelainan Kongenital
Beberapa
kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan terutama ibu
dengan kehamilan di atas usia 35 tahun :
1.
Tidak
merokok dan menghindari asap roko.
2.
Menghindari
alkohol
3.
Menghindari
obat terlarang
4.
Memakan
makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
5.
Melakukan olahraga
dan istirahat yang cukup
6.
Melakukan
pemeriksaan prenatal secara rutin
7.
Mengkonsumsi
suplemen asam folat
8.
Menjalani
vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
Imunisasi membantu mencegah penyakit akibat infeksi. Meskipun semua vaksin
aman diberikan pada masa hamil, tetapi akan lebih baik jika semua vaksin yang
dibutuhkan telah dilaksanakan sebelum hamil. Seorang wanita sebaiknya menjalani
vaksinasi berikut:
a.
Minimal 3
bulan sebelum hamil : MMR
b.
Minimal 1
bulan sebelum hamil : varicella
c.
Aman diberikan
pada saat hamil :
1)
Booster
tetanus-difteri (setiap 10 tahun)
2)
Vaksin
hepatitis A
3)
Vaksin
hepatits B
4)
Vaksin
influenza (jika pada musim flu kehamilan akan memasuki trimester kedua atau
ketiga)
5)
Vaksin pneumokokus.
9.
Menghindari
zat-zat yang berbahaya.
Beberapa zat yang berbahaya selama kehamilan:
a.
Alkohol
b.
Androgen dan turunan testosteron (misalnya
danazol)
c.
Angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitors (misalnya
enalapril, captopril)
d.
Turunan
kumarin (misalnya warfarin)
e.
Carbamazepine
f.
Antagonis
asam folat (misalnya metotrexat dan aminopterin)
g.
Cocain
h.
Dietilstilbestrol
i.
Timah hitam
j.
Lithium
k.
Merkuri
organik
l.
Phenitoin
m.
Streptomycin
dan kanamycin
n.
Tetrasyclin
o.
Talidomide
p.
Trimethadion
dan paramethadion
q.
Asam
valproat
r.
Vitamin A
dan turunannya (misalnya isotretinoin, etretinat dan retinoid)
s.
Infeksi
t.
Radiasi.
Meskipun bisa dilakukan berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya
kelainan bawaan, ada satu hal yang perlu diingat yaitu bahwa suatu kelainan
bawaan bisa saja terjadi meskipun tidak ditemukan riwayat kelainan bawaan baik
dalam keluarga ayah ataupun ibu, atau meskipun orang tua sebelumnya telah
melahirkan anak-anak yang sehat.
E. Pemeriksaan
Atau Diagnosis Kelainan Kongenital
Kelainan
kongenital dapat dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap kehidaupan janin
intrauterin (diagnosis antenatal atau diagnosis pranatal), serta diagnosis yang
dilakukan setelah bayi lahir (diagnosis pasca natal).
Indikasi
melakukan diagnosis pranatal umumnya dilakukan bila ibu hamil mempunyai faktor
risiko untuk melahirkan bayi dengan kelainan kongenital. Faktor risiko ini
biasanya dihubungkan dengan adanya riwayat kelainan kongenital dalam keturunan,
kelainan kongenital anak yang dilahirkan sebelumnya, umur ibu yang mendekati
masa menopouse, ibu yang menderita penyakit tertentu, pemakaian obat atau bahan
lain yang dianggap teratogen, adanya kenaikan kadar alfa-fetoprotein pada ibu,
kehamilan polihidramnion/oligohidramnion, pertumbuhan janin terlambat, dan
kehamilan ganda.
Beberapa
contoh obat yang dipakai selama hamil yang diduga dapat berpengaruh terhadap
janin antara lain adalah pemakaian insulin pada ibu penderita diabetes yang
bergantung kepada insulin; pada kejadian ini kemungkinan melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital sekitar 2-4 kali lebih besar daripada ibu yang normal.
Kelainan kongenital yang mungkin ditemukan dalam keadaan ini misalnya kelainan
skeletal, kardiovaskuler, susunan saraf pusat, genitourinaria, dan
gastrointestinal. Ibu penderita epilepsi yang dalam pengobatan antikonvulsan
diduga akan berpeluang mempunyai bayi dengan kelainan kongenital 2-3 kali lebih
tinggi. Kelainan kongenital yang dapat ditemukan misalnya kelainan jantung
kongenital, bibir sumbing atau palatoskizis, retradasi mental, dan beberapa
kelainan traktus urinarius. Ibu epilepsi yang tidak makan obat antikonvulsan
tidak menunjukkan kenaikan angkka kejadian kelainan kongenital. Antikonvulsan
lain yan walaupun belum mutlak bersifat teratogen tetapi mungkin berperan dalam
kejadian kelainan kongenital antara lain adalah fenitoin, litium, barbiturat,
benzodiazepin. Ibu yang mempunyai riwayat memakai obat sitostatik yang dikenal
bersifat teratogen, pemakaian antikoagulansia, steroid, atau obat psikoterapik,
perlu mendapat perhatian pula. Disamping itu, ibu yang telah lanjut usianya dan
ibu yang pada pemeriksaan darahnya menunjukkan kenaikan kadar alfa-fetoprotein
perlu dipantau lebih lanjut perjalanan kehamilannya.
Beberapa
cara untuk menegakkan diagnosis prenatal antara lain adalah dengan pemeriksaan
radiologik, ultrasonografik, darah ibu terhadap alfa-fetoprotein ssekitar
minggu 16-20 kehamilan, fetoskopi,pengambilan sampel darah janin, amniosentesis
disertai analisis cairan amnion, atau biopsi vilus korion.
Beberapa
contoh kelainan kongenital yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan secara non
invasif (ultrasonografi) pada midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan
atau tanpa spina bifida, defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung
bawaan yang besar, penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya atresia
duodenum yang memberi gambaran gelembung ganda, kelainan sistem gwnitourinaria;
misalnya kista ginjal), dan kelainan pada paru sebagai kista paru. Dengan
panduan alat ultrasonografi mutakhir dapat dilakukan berbagai tindakan lebih
lanjut seperti amniosentesis, pengambilan darah janin, biopsi vilus korion, maupun
tindakan bedah janin. Tindakan bedah janin dilakukan sebagai upaya untuk
mencegah atau mengurangi kerusakan organ janin selama kehidupan intrauterin
sambil menunggu tindakan bedah definitif yang akan dilakukan setelah bayi
lahir.
Amniosentesis
transabdominal umumnya dilakukan pada kehamilan 14-20 minggu. Dari cairan
amnion yang didapat dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut antara lain
pemeriksaan genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-fetoprotein terhadap defek tuba
neural (anensefali, meningomielokal), pemeriksaan terhadap beberapa gangguan
metabolik (galaktosemia, fenilketonuria), dan pemeriksaan lainnya. Dari sampel
darah janin yang diperoleh dapat diperiksa beberapa kelainan darah misalnya
hemoglobinopati, hemofilia, atau thalasemia. Dari hasil biopsi vilus korion
dapat diperoleh jaringan janin untuk pemeriksaan sel secara langsung atau
ukuran kultur sel.
Kadang-kadang
suatu kelainan kongenital ditemukan antenatal secara kebetulan pada waktu
pemeriksaan kehamilan, atas indikasi tertentu karena adanya gangguan dalam
kehamilan misalnya pertumbuhan janin terhambat, keadaan poli/oligohidramnion.
Bila pada diagnosis pranatal ditemukan adanya kelainan kongenital, maka harus
difikirkan langkah selanjutnya. Bila kelainan tersebut masih dapat dikoreksi,
maka kelahiran bayi dalm risiko ini sebaiknya dilakukan di rumah sakit rujukan.
Sedangkan pada kelainan yang sukar atau tidak dapat dikoreksi, maka
pertimbangkan medikolegal dan putusan orang tua sangat diperlukan untuk kelanjutan
kehamilannya. Bila telah diketahui adanya faktor risiko kelainan kongenital
pada pasangan orang tua yang dapat diturunkan kepada anaknya, maka
sebaiknya dilakukan langkah untuk konseling genetik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kelainan kongenital atau
bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh
faktor genetik maupun non genetik. Diperkirakan 10-20% dari kematian
janin dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan
kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah diperkirakan kira-kiraa 20%
diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu pertama
kehidupannya.
Beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan
terutama ibu dengan kehamilan di atas usia 35 tahun yaitu dengan tidak merokok
dan menghindari asap rokok, menghindari alkohol, menghindari obat terlarang, memakan
makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal, melakukan olahraga dan istirahat
yang cukup dan masih banyak lagi.
B.
Saran
Sebagai
seorang perawat hendaknya kita tahu apa saja faktor-faktor yang bisa
menyebabkan kelainan kongenital sehingga kita bisa mencegah kelainan kongenital
dan kematian janin/bayi yang disebabkan oleh kelainan kongenital.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI
(2008)
https://anandaayumauliantika.wordpress.com/2015/05/24/kelainan-kongenital-lengkap/
Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu
Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak
Sakit, Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar