Sabtu, 23 Januari 2021

KELAINAN KONGENITAL

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Setiap orang tua tentunya  ingin mempunyai anak yang sehat baik secara fisik maupun psikis. Namun pada kenyataannya ada beberapa kondisi yang menyebabkan bayi lahir dengan keadaan cacat bawaan atau kelainan kongenital.

Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu pertama kehidupannya.

Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari orangtua kepada anaknya. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa sifat (carrier) saja dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya hidupnya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud kelainan kongenital?

2.      Apa yang menyebabkan kelainan kongenital?

3.      Bagaimana patologi dan patofisiologi kelainan kongenital?

4.      Bagaimana cara untuk mencegah kelainan kongenital?

5.      Apa yang dimaksud pemeriksaan atau diagnosis kelainan kongenital?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui tentang kelainan kongenital.

2.      Mengetahui penyebab kelainan kongenital.

3.      Mengetahui patologi dan patofisiologi kelaianan kongenital.

4.      Mengetahui cara mencegah kelainan kongenital.

5.      Mengetahui pemeriksaan atau diagnosis kelainan kongenital.

 


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).

Kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun setelah kelahiran. Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-ssebab alamiah atau faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui.

Kelainan kongenital dapat dibagi menjadi dua, yaitu malformasi kongenital yang timbul sejak priode embrional sebagai gangguan primer morfogenesis atau organogenesis, dan deformitas kongenital yang timbul pada kehidupan fetus akibat mengalami perubahan morfologik dan struktur, seperti perubahan posisi, maupun bentuk dan ukuran organ tubuh yang semula tumbuh normal.

Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati, atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan sering diakibatkan oleh kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Berat bayi lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.

Selain pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pra/antenatal dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi (USG), fetoskopi, pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus korionik, dan pemeriksaan darah janin.

B.     Etiologi Kelainan Kongenital

Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kelainan congenital adalah sebagai berikut :

1.      Kelainan Genetik dan Khromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainankhromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

2.      Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)

3.      Faktor infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

4.      Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

 

 

 

5.      Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.

6.      Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

7.      Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

8.      Faktor gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian dan kelainan kongenital.

9.      Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

C.    Patologi dan Patofisiologi Kelainan Kongenital

Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1.      Malformasi

Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung.

Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.

2.      Deformasi

Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.

3.      Disrupsi

Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.

4.      Displasia

Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.

D.    Pencegahan Kelainan Kongenital

Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan terutama ibu dengan kehamilan di atas usia 35 tahun :

1.         Tidak merokok dan menghindari asap roko.

2.         Menghindari alkohol

3.         Menghindari obat terlarang

4.         Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal

5.         Melakukan olahraga dan istirahat yang cukup

6.         Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin

7.         Mengkonsumsi suplemen asam folat

8.         Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi

Imunisasi membantu mencegah penyakit akibat infeksi. Meskipun semua vaksin aman diberikan pada masa hamil, tetapi akan lebih baik jika semua vaksin yang dibutuhkan telah dilaksanakan sebelum hamil. Seorang wanita sebaiknya menjalani vaksinasi berikut:

a.         Minimal 3 bulan sebelum hamil : MMR

b.         Minimal 1 bulan sebelum hamil : varicella

c.         Aman diberikan pada saat hamil :

1)        Booster tetanus-difteri (setiap 10 tahun)

2)        Vaksin hepatitis A

3)        Vaksin hepatits B

4)        Vaksin influenza (jika pada musim flu kehamilan akan memasuki trimester kedua atau ketiga)

5)        Vaksin pneumokokus.

9.         Menghindari zat-zat yang berbahaya.

Beberapa zat yang berbahaya selama kehamilan:

a.         Alkohol

b.        Androgen dan turunan testosteron (misalnya danazol)

c.         Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors (misalnya enalapril, captopril)

d.        Turunan kumarin (misalnya warfarin)

e.         Carbamazepine

f.          Antagonis asam folat (misalnya metotrexat dan aminopterin)

g.        Cocain

h.        Dietilstilbestrol

i.          Timah hitam

j.          Lithium

k.        Merkuri organik

l.          Phenitoin

m.      Streptomycin dan kanamycin

n.        Tetrasyclin

o.        Talidomide

p.        Trimethadion dan paramethadion

q.        Asam valproat

r.          Vitamin A dan turunannya (misalnya isotretinoin, etretinat dan retinoid)

s.         Infeksi

t.          Radiasi.

Meskipun bisa dilakukan berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya kelainan bawaan, ada satu hal yang perlu diingat yaitu bahwa suatu kelainan bawaan bisa saja terjadi meskipun tidak ditemukan riwayat kelainan bawaan baik dalam keluarga ayah ataupun ibu, atau meskipun orang tua sebelumnya telah melahirkan anak-anak yang sehat.

E.     Pemeriksaan Atau Diagnosis Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital dapat dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap kehidaupan janin intrauterin (diagnosis antenatal atau diagnosis pranatal), serta diagnosis yang dilakukan setelah bayi lahir (diagnosis pasca natal).

Indikasi melakukan diagnosis pranatal umumnya dilakukan bila ibu hamil mempunyai faktor risiko untuk melahirkan bayi dengan kelainan kongenital. Faktor risiko ini biasanya dihubungkan dengan adanya riwayat kelainan kongenital dalam keturunan, kelainan kongenital anak yang dilahirkan sebelumnya, umur ibu yang mendekati masa menopouse, ibu yang menderita penyakit tertentu, pemakaian obat atau bahan lain yang dianggap teratogen, adanya kenaikan kadar alfa-fetoprotein pada ibu, kehamilan polihidramnion/oligohidramnion, pertumbuhan janin terlambat, dan kehamilan ganda.

Beberapa contoh obat yang dipakai selama hamil yang diduga dapat berpengaruh terhadap janin antara lain adalah pemakaian insulin pada ibu penderita diabetes yang bergantung kepada insulin; pada kejadian ini kemungkinan melahirkan bayi dengan kelainan kongenital sekitar 2-4 kali lebih besar daripada ibu yang normal. Kelainan kongenital yang mungkin ditemukan dalam keadaan ini misalnya kelainan skeletal, kardiovaskuler, susunan saraf pusat, genitourinaria, dan gastrointestinal. Ibu penderita epilepsi yang dalam pengobatan antikonvulsan diduga akan berpeluang mempunyai bayi dengan kelainan kongenital 2-3 kali lebih tinggi. Kelainan kongenital yang dapat ditemukan misalnya kelainan jantung kongenital, bibir sumbing atau palatoskizis, retradasi mental, dan beberapa kelainan traktus urinarius. Ibu epilepsi yang tidak makan obat antikonvulsan tidak menunjukkan kenaikan angkka kejadian kelainan kongenital. Antikonvulsan lain yan walaupun belum mutlak bersifat teratogen tetapi mungkin berperan dalam kejadian kelainan kongenital antara lain adalah fenitoin, litium, barbiturat, benzodiazepin. Ibu yang mempunyai riwayat memakai obat sitostatik yang dikenal bersifat teratogen, pemakaian antikoagulansia, steroid, atau obat psikoterapik, perlu mendapat perhatian pula. Disamping itu, ibu yang telah lanjut usianya dan ibu yang pada pemeriksaan darahnya menunjukkan kenaikan kadar alfa-fetoprotein perlu dipantau lebih lanjut perjalanan kehamilannya.

Beberapa cara untuk menegakkan diagnosis prenatal antara lain adalah dengan pemeriksaan radiologik, ultrasonografik, darah ibu terhadap alfa-fetoprotein ssekitar minggu 16-20 kehamilan, fetoskopi,pengambilan sampel darah janin, amniosentesis disertai analisis cairan amnion, atau biopsi vilus korion.

Beberapa contoh kelainan kongenital yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan secara non invasif (ultrasonografi) pada midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida, defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung bawaan yang besar, penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang memberi gambaran gelembung ganda, kelainan sistem gwnitourinaria; misalnya kista ginjal), dan kelainan pada paru sebagai kista paru. Dengan panduan alat ultrasonografi mutakhir dapat dilakukan berbagai tindakan lebih lanjut seperti amniosentesis, pengambilan darah janin, biopsi vilus korion, maupun tindakan bedah janin. Tindakan bedah janin dilakukan sebagai upaya untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ janin selama kehidupan intrauterin sambil menunggu tindakan bedah definitif yang akan dilakukan setelah bayi lahir.

Amniosentesis transabdominal umumnya dilakukan pada kehamilan 14-20 minggu. Dari cairan amnion yang didapat dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut antara lain pemeriksaan genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-fetoprotein terhadap defek tuba neural (anensefali, meningomielokal), pemeriksaan terhadap beberapa gangguan metabolik (galaktosemia, fenilketonuria), dan pemeriksaan lainnya. Dari sampel darah janin yang diperoleh dapat diperiksa beberapa kelainan darah misalnya hemoglobinopati, hemofilia, atau thalasemia. Dari hasil biopsi vilus korion dapat diperoleh jaringan janin untuk pemeriksaan sel secara langsung atau ukuran kultur sel.

Kadang-kadang suatu kelainan kongenital ditemukan antenatal secara kebetulan pada waktu pemeriksaan kehamilan, atas indikasi tertentu karena adanya gangguan dalam kehamilan misalnya pertumbuhan janin terhambat, keadaan poli/oligohidramnion. Bila pada diagnosis pranatal ditemukan adanya kelainan kongenital, maka harus difikirkan langkah selanjutnya. Bila kelainan tersebut masih dapat dikoreksi, maka kelahiran bayi dalm risiko ini sebaiknya dilakukan di rumah sakit rujukan. Sedangkan pada kelainan yang sukar atau tidak dapat dikoreksi, maka pertimbangkan medikolegal dan putusan orang tua sangat diperlukan untuk kelanjutan kehamilannya. Bila telah diketahui adanya faktor risiko kelainan kongenital  pada pasangan orang tua yang dapat diturunkan kepada anaknya, maka sebaiknya dilakukan langkah untuk konseling genetik.

 


BAB III

PENUTUP

A.       Kesimpulan

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu pertama kehidupannya.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan terutama ibu dengan kehamilan di atas usia 35 tahun yaitu dengan tidak merokok dan menghindari asap rokok, menghindari alkohol, menghindari obat terlarang, memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal, melakukan olahraga dan istirahat yang cukup dan masih banyak lagi.

B.       Saran

Sebagai seorang perawat hendaknya kita tahu apa saja faktor-faktor yang bisa menyebabkan kelainan kongenital sehingga kita bisa mencegah kelainan kongenital dan kematian janin/bayi yang disebabkan oleh kelainan kongenital.


DAFTAR PUSTAKA

 

Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008)

https://anandaayumauliantika.wordpress.com/2015/05/24/kelainan-kongenital-lengkap/

Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS (SOSIOLOGI)

  BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Perkembangan individu (remaja) berlangsung terus menerus dan tidak dapat diulangkembali. Masa ...