Sabtu, 23 Januari 2021

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRANSMISI AGEN AGEN INFEKSIUS DAN PERBEDAAN PROSES INFEKSI BERBAGAI AGEN INFEKSIUS

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi yang memantau untuk mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja keperawatan kesehatan dari penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan beresiko terkena infeksi karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme infeksius, meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam fasilitas perawatan akut atau ambulatory,klien dapat terpajan pada mikroorganisme baru atau berbeda,yang beberapa dari mikroorganisme tersebut daaapat saja resisten terhadap banyak antibiotik.Dengan cara mempraktikan teknik pencegahan dan penembalian infeksi perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme terhadap klien.

B.   Rumusan Masalah

1.    Apa yang dimaksud infeksi ?

2.    Apa saja macam-macam infeksi ?

3.    Apa saja faktor yang mempengaruhi infeksi ?

4.    Bagaimana proses terjadinya infeksi?

5.    Bagaimana proses infeksi virus ?

6.    Bagaimana proses infeksi bakteri ?

7.    Bagaimana proses infeksi jamur ?

8.    Bagaimana proses infeksi klamida ?

9.    Apa perbedaan proses infeksi berbagai agen infeksius ?

C.  Tujuan

1.    Untuk mengetahui apa itu infeksi.

2.    Untuk mengetahui macam-macam infeksi

3.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi.

4.    Untuk mengetahui proses terjadinya infeksi.

5.    Untuk mengetahui proses infeksi virus

6.    Untuk mengetahui proses infeksi bakteri

7.    Untuk mengetahui proses infeksi jamur

8.    Untuk mengetahui proses infeksi klamida

9.    Untuk mengetahui perbedaan proses infeksi berbagai agen infeksius

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRANSMISI AGEN AGEN INFEKSIUS

1.      Pengertian infeksi

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan. Penyakit akan timbul jika patogen berkembang biak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. (Potter & perry Fundamental Keperawatan.edisi 4.hal : 933 – 942:2005). Infeksi merupakan infeksi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang menyebabkan cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraselular, atau respon antigen-antibodi (Kamus Saku Kedokteran Dorland,edisi 25.hal :555:1998)

a.    Rantai infeksi

Perkembangan infeksi terjadi dalam siklus yang bergantung pada elemen – elemen berikut :

1)   Agen infeksius atau pertumbuhan pathogen

(a)   Virus

Virus adalah organisme yang amat halus. Karena amat halusnya itu tidak dapat kita lihat dengan mikroskop biasa. Untuk itu diperlukan suatu mikroskop elektron, yakni mikroskop yang dapat membesarkan sampai 1000000 kali. Jenis-jenis virus yang dapat menimbulkan penyakit banyak juga, antaranya yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit cacar, gondongan, influensa, selesma, penyakit lumpuh anak-anak, penyakit anjing gila, trachooma, dan lain-lain. Flu Burung, dapat menular dari ayam ke manusia yang cocok dan lemah.

(b)   Ricketsia

Rickettsia ialah benda-benda hidup yang juga amat halus, tetapi tidak sehalus virus. Besarnya boleh dibilang antara besar virus dan besar bakteri. Untuk dapat melihat ricketsia juga diperlukan mikrsokop elektron. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh ricketsia ialah: shoptyphus, scrubtyphus, exanthematicus dan lain-lain.

(c)   Bakteri

Bakteri ialah organisme yang amat halus, tidak dapat dilihat dengan mata. Untuk dapat melihatnya diperlukan mikroskop. Dengan alat ini organisme-organisme itu dapat diperbesarkan sampai beratus- ratus kali. Tubuh bakteri terdiri dari bermacam-macam zat telur yang belum jelas susunannya, tidak berzat hijau daun, intinya tidak jelas. Cara berkembang biaknya ialah dengan membelah diri. Ada bakteri yang menimbulkan penyakit-penyakit, adapula yang tidak, bahkan ada pula yang menguntungkan manusia.

Bakteri-bakteri yang hidupnya dari benda-benda mati disebut saprophyta. Di antara bakteri-bakteri ada golongan kecil yang hidupnya selalu merugikan makhluk-makhluk yang ditumpanginya. Bakteri-bakteri itu disebut parasit-parasit. Makhluk-makhluk yang ditumpangi, disebut tuan rumah, dalam bahasa asing hospes. Bakteri-bakteri yang dapat menimbulkan penyakit disebut bakteri-bakteri patogen,

(d)   Cendawan/jamur/fungi

Cendawan ialah benda-benda hidup yang termasuk dalam golongan tumbuhan-tumbuhan tidak berzat hijau daun, jadi hidupnya tergantung pada benda-benda hidup lainya atau tergantung dari makanan-makanan yang sudah tersedia. Ada cendawan-cendawan yang tubuhnya hanya terdiri dari 1 sel saja, (misalnya sel-sel ragi), adapula yang tediri dari banyak sel-sel yang berderet-deret dan bersimpang siur seperti benang, disebut micellium.

Ada cendawan-cendawan yang hidup di alam bebas, ada yang hidup pada tumbuhan-tumbuhan lainya, adapula yang hidup pada binatang-binatang dan manusia. Di antaranya ada yang menguntungkan, adapula yang merugikan (menimbulkan penyakit-penyakit). Jenis-jenis jamur yang menguntungkan manusia antara lain ialah Penicillium notatum. Dari jamur ini dibuat orang obat yang terkenal penicillin. Dari jamur yang disebut Streptomyces griseus disebut obat streptomycin. Obat-obat tersebut di atas terkenal sebagai antibiotica. Penyakit-penyakit, pada manusia yang disebabkan oleh bangsa cendawan antara lain ialah panu.

(1)   Cacing

Golongan cacing, yakni bermacam-macam cacing perut seperti ascaris (cacing gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang dan sebagainya.

((a)) Reservoir (Sumber Mikroorganisme)

Reservoir adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik berkembang biak atau tidak. Yang bisa berperan sebagai reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya di kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya microorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya terdapat mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain  menjadi sakit (carier).

Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam reservoir jika karakteristik reservoirnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan pencahayaan.

((b)) Portal Of Exit (Jalan Keluar)

Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan jalan keluar(portal of exit untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelummenimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu darireservoarnya. Jika reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluranpernapasan, pencernaan, perkemihan, genitalia, kulit dan membrane mukosa yangrusak serta darah.

((c)) Cara Penularan

Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara sepertikontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau darahnya;kontaktidak langsung melalui jarum atau balutan bekas luka penderita; peralatan yangterkontaminasi; makanan yang diolah tidak tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.

((d)) Portal Masuk

Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulitmerupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknyakulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk kedalam tubuh melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktoryang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk kedalam tubuh.

((e)) Daya Tahan Hospes (Manusia)

Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius.Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen.Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlahyang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), statusnutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.

 

 

2.      Macam-macam infeksi

a.              Infeksi pada saluran kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah  infeksi  bakteri yang mengenai bagian dari saluran kemih.Ketika mengenai saluran kemih bawah dinamai sistitis (infeksi kandung kemih) sederhana, dan ketika mengenai saluran kemih atas dinamai pielonefritis (infeksi ginjal). Gejala dari saluran kemih bawah meliputi buang air kecil terasa sakit dan sering buang air kecil atau desakan untuk buang air kecil (atau keduanya), sementara gejala pielonefritis meliputi demam dan nyeri panggul di samping gejala ISK bawah. Pada orang lanjut usia dan anak kecil, gejalanya bisa jadi samar atau tidak spesifik. Kuman tersering penyebab kedua tipe tersebut adalah Escherichia coli, tetapi bakteri lain, virus, maupun jamur dapat menjadi penyebab meskipun jarang.

Infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dengan separuh perempuan mengalami setidaknya satu kali infeksi selama hidupnya.

b.             Infeksi pada saluran pernafasan

Infeksi saluran pernapasan adalah infeksi yang mengenai bagian  manapun saluran pernapasan, mulai dari hidung, telinga tengah, faring, laring, bronchi, bronkhioli dan paru. Jenis penyakit yang termasuk dalam infeksi saluran pernapasan bagian atas antara lain :

1)   Batuk pilek

2)   Sakit telinga (otitis media)

3)   Radang tenggorokan (faringitis)

Sedangkan jenis penyakit yang termasuk infeksi saluran pernapasan bagian bawah antara lain :

(a)       Bronchitis

(b)      Bronkhiolitis

(c)       Pneumonia

c.              Infeksi pada lambung

Pada umumnya radang lambung dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:

1)   Adanya stres dan tekanan emosional yang berlebihan pada seseorang.

2)   Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan.

3)   Mukosa (selaput lendir) lambung tak tahan terhadap asam lambung dan pepsin yang berlebihan karena menurunnya kemampuan fungsi mukosa lambung tersebut.

4)   Waktu makan yang tak teratur, sering terlambat makan, atau sering makan berlebihan.

5)   Terlalu banyak makanan yang pedas, asam, minuman beralkohol, obat-obatan tertentu dengan dosis tinggi

d.    Infeksi ginjal

Infeksi ginjal biasanya terjadi ketika bakteri masuk ke saluran kencing dan mulai berkembang biak. Bakteri yang berasal dari infeksi di bagian tubuh lain juga bisa menyebar ke aliran darah dan masuk ke ginjal.

Kondisi seperti ini dapat terjadi jika bagian tubuh buatan mengalami infeksi. Bagian tubuh buatan, misalnya katup jantung buatan atau sendi buatan, yang digunakan untuk menggantikan bagian tubuh asli yang rusak. Infeksi ginjal juga dapat muncul setelah operasi ginjal.

e.    Infeksi usus

Infeksi usus adalah suatu penyakit yang menyerang usus yang di sebabkan oleh bakteri cryptosporidium. Penyakit infeksi usus ini dapat menyerang baik usus kecil maupun usus besar, yang dapat menimbulkan efek seperti diare, mual, ataupun kram pada perut,nfeksi usus ini juga dapat menyebabkan kematian apabila tidak segera di atasi atau di tangani.

3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi

a.    Infaction Agent (kuman penyakit).

1)   Sangat banyak jenisnya, dari bentuk yang paling sederhana yaitu virus sampai dengan bakteri yang bersifat kompleks & multicellular dibicarakan di mikrobiologi.

2)   Relatif sedikit yang dapat menginfeksi manusia.

3)   Virulensinya berbeda untuk masing-masing species hewan dan manusia. Ex. Cholera, AIDS, Sifilis, dll tidak virulen terhadap hewan.

4)   Merupakan Komponen penting dalam rantai penularan penyakit.

b.    Sifat-sifat Intrinstik dari Kuman Penyakit.

1)   Ditentukan oleh kuman sendiri dan tidak bergantung pada interaksi dengan tuan rumah (host)

2)   Sifat tersebut antara lain:

(a)   Bentuk : Spiral, batang, coccus.

(b)   Besar.

(c)   Sifat-sifat Kimia : Basopilik : Asinopilik.

c.    Interaksi antara Host dan Agent

Termasuk didalamnya antara lain:

1)   Infectivity

2)   Virulensi

3)   Pathogenecity

4)   Immunogenecity

4.      Proses terjadinya infeksi

Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu dengan pejamu yang rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-tahap sebagai berikut :

a.     Tahap I

Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu/penderita) melalui mekanisme penyebaran (mode of transmission). Semua mekanisme penyebaran mikroba patogen tersebut dapat terjadi di rumah sakit, dengan ilustrasi sebagai berikut :

1)   Penularan langsung

Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga/pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain melalui darah saat transfusi darah.

2)   Penularan tidak langsung

Seperti yang telah diuraikan, penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai berikut :

(a)   Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-benda mati (fotnite) seperti peralatan medis (instrument), bahan-bahan/material medis, atau peralatan makan/minum untuk penderita.

Perhatikan pada berbagai tindakan invasif seperti pemasangan kateter, vena punctie, tindakan pembedahan (bedah minor, pembedahan di kamar bedah), proses dan tindakan medis obstetri/ginekologi, dan lain-lain.

(b)   Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara vektor seperti lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan nekrotis, luka bakar, dan gangren adalah kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat.

(c)   Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala dan keluhan gastrointestinal, baik ringan maupun berat.

(d)   Water-borne, kemungkinan terjadinya penularan/penyebaran penyakit infeksi melalui air kecil sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah melalui uji baku mutu.

(e)   Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini cukup tinggi karena ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang baik ventilasi dan pencahayaannya. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk dengan jumlah penderita yang cukup banyak.

Dari semua kemungkinan penyebaran/penularan penyakit infeksi yang telah diuraikan di atas, maka penyebab kasus infeksi nosokomial yang sering dilaporkan adalah tindakan invasif melalui penggunaan berbagai instrumen medis (vehicle-borne).

b.    Tahap II

Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke jaringan/organ pejamu (penderita) dengan cara mencari akses masuk untuk masing-masing penyakit (port d’entree) seperti adanya kerusakan/lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, orificium urethrae, dan lain-lain.

1)   Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mikroba patogen yang dimaksud antara lain virus Hepatitis B (VHB).

2)   Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital karena tindakan invasif, seperti:

(a)   tindakan kateterisasi, sistoskopi;

(b)   pemeriksaan dan tindakan ginekologi (curretage)

(c)   pertolongan persalinan per-vagina patologis, baik dengan bantuan instrumen medis, maupun tanpa bantuan instrumen medis.

3)   Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju saluran napas. Partikel in feksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk aerosol. Penularan langsung dapat terjadi melalui percikan ludah (droplet nuclei) apabila terdapat individu yang mengalami infeksi saluran napas melakukan ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga dapat terjadi apabila udara dalam ruangan terkontaminasi. Lama kontak terpapar (time of exposure) antara sumber penularan dan penderita akan meningkatkan risiko penularan. Contoh: virus Influenza dan Al. tuberculosis.

4)   Dengan cara ingesti, yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi pada saat makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Contoh: Salmonella, Shigella, Vibrio, dan sebagainya.

c.     Tahap III

Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi dan mencari jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan multiplikasi/berkembang biak disertai dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dad pejamu. Sehingga terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan fisiologis/ fungsi jaringan.

Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat-sifat spesifik mikroba patogen.

1)   Infesivitas

Kemampuan mikroba patogen untuk berinvasi yang merupakan langkah awal melakukan serangan ke pejamu melalui akses masuk yang tepat dan selanjutnya mencari jaringan yang cocok untuk melakukan multiplikasi.

2)   Virulensi

Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melakukan tindakan destruktif terhadap jaringan dengan menggunakan enzim perusaknya. Besar-kecilnya kerusakan jaringan atau cepat lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh potensi virulensi mikroba patogen.

3)   Antigenitas

Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki kemampuan merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh pejamu melalui terbentuknya antibodi. Terbentuknya antibodi ini akan sangat berpengaruh terhadap reaksi infeksi selanjutnya.

4)   Toksigenitas

Selain memiliki kemampuan destruktif melalui enzim perusaknya, beberapa jenis mikroba patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat berpengaruh terhadap perjalanan penyakit.

5)   Patogenitas

Sifat-sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigenitas mikroba patogen pada satu sisi, dan sifat antigenitas mikroba patogen pada sisi yang lain, menghasilkan gabungan sifat yang disebut patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen dapat dinilai sebagai “deralat keganasan” mikroba patogen atau respons pejamu terhadap masuknya kuman ke tubuh pejamu.

Reaksi infeksi adalah proses yang terjadi pada pejamu sebagai akibat dari mikroba patogen mengimplementasikan ciri-ciri kehidupannya terhadap pejamu. Kerusakan jaringan maupun gangguan fungsi jaringan akan menimbulkan manifestasi klinis, yaitu manifestasi klinis yang bersifat sistemik dan manifestasi klinis yang bersifat khusus (organik).

Manifestasi klinis sistemik berupa gejala (symptom) seperti domain, merasa lemah dan terasa tidak enak (malaise), nafsu makan menurun, mual, pusing, dan sebagainya. Sedangkan manifestasi klinis khusus akan memberikan gambaran klinik sesuai dengan organ yang terserang. Contoh:

(a)   Bila organ paru terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti batuk,sesak napas,nyeri dada, gclisah, dan sebagainya.

(b)   Bila organ alat pencernaan makanan terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti mual, muntah, kembung, kejang perut, dan sebagainya.

Mikroba patogen yang telah bersarang pada jaringan/organ yang sakit akan terus berkembang biak, sehingga kerusakan dan gangguan fungsi organ semakin meluas. Demikian seterusnya, di mana pada suatu kesempatan, mikroba patogen ketuar dari tubuh pejamu (penderita) dan mencari pejamu baru dengan cara menumpang produk proses metabolisme tubuh atau produk proses penyakit dari pejamu yang sakit.

  1. PERBEDAAN PROSES INFEKSI BERBAGAI AGEN INFEKSIUS

1.    Proses Infeksi Virus

Proses infeksi virus pada sel dimulai dengan menempelnya virus infektif pada reseptor yang ada di permukaan sel. Ada tidaknya reseptor tersebut pada sel tertentu ditentukan oleh faktor genetik, tingkat diferensiasi sel dan lingkungan sel. Virus poliomielitis misalnya hanya mampu menginfeksi sel hewan primata. Tidak semua sel primata dapat terinfeksi, sel-sel ginjal dan sel-sel otak dapat terinfeksi sementara sel-sel epitel tidak.

Selanjutnya virus atau genomnya msuk ke dalam sel. Dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen- komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus ini terjadi pada sitoplasma, inti sel, ataupun membran sel, tergantung pada jenis virusya. Secara umum interaksi sel dan virus dapat diringkas dan digolonkan sebagai berikut :

a.    Virus yang akibat efek sitosidalnya atau efek toksisnya menimbulkan banyak kematian sel

b.    Virus yang proses berkembangbiaknya tidak menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya menimbulkan kelainan kecil

c.    Virus yang proses infeksinya mengubah tumbuh kembang sel sehingga sel tumbuh kembang berlebihan, pada keadaan terkhir seringkali proses infeksinya pada mas aawalnya tidak mengganggu fungsi-fungsi sel.

Infeksi Oleh Virus :

1)   Saluran Pernapasan

Banyak virus penyebab penyakit seperti, virus influenza, parainfluenza, virus rubeola dan coronavirus (bersifat setempat). Gejala ditempat lain seperti virus variola, virus varicella bahkan ada yang bersifat tumorik seperti virus papilloma. Pada influenza, proses infeksinya dimulai dari virus yang masuk harus berhadapan dengan Ig A yang mampu menetralisir dan glikoprotein yang mampu menghambat perlekatan virus pada reseptornya Virus-virus yang mampu melampauinya akan berkembangbika pada sel dan merusaknya. Virus-virus yang baru dilepaskan selanjutnya menyerang sel epitel lainnya. Penyebaran ini dibantu cairan transudat. Proses kematian sel menyebabkan saluran napas menjadi lebih rentan terhadap infeksi bakterial.

2)   Saluran Pencernaan

Hanya virus tak berselubung yang masih infektif setelah lewat cairan empedu dan lambung. Virus tersebut hanya menyebabkan penyakit setempat seperti; rotavirus, Norwalk agent, Hawaii agent, pararotavirus. Adapula yang menyebar ketempat lain seperti virus hepatitis dan virus imunodifisiensi manusia. Pada kasus infeksi rotavius, gejala timbul akibat kerusakan sel-sel velii. Akibat kerusakan tersebut terjadi defisiensi enzim-enzim penting seperti disakarida dan gangguan absorpsi garam-garam dan air.

Perkembangbiakkan virus sering juga disebut dengan istilah replikasi. Untuk berkembangbiak, virus memerlukan lingkungan sel yang hidup. Oleh karena itu, virus menginfeksi sel bakteri, sel hewan, sel tumbuhan dan sel manusia. Ada dua macam cara virus menginfeksi bakteri, yaitu secara litik dan secara lisogenik. Pada infeksi secara lisogenik, virus tidak menghancurkan sel, tetapi berintegrasi dengan DNA sel induk. Dengan demikian, virus akan bertambah banyak pada saat sel inang membelah. Pada prinsipnya cara perkembangbiakan virus pada hewan maupun tumbuhan mirip dengan yang berlansung pada bakteriofag seperti yang diuraikan berikut ini.

a) Infeksi secara litik melalui fase-fase berikut ini:

(1) Fase Absorpsi

Pada fase Absorpsi, fage melekat di bagian tertentu dari dinding sel bakteri dengan serabut ekornya. Daerah perlekatan itu disebut daerah reseptor, daerah ini khas bagi fage sehingga fage jenis lain tidak dapat melekat di tempat tersebut.

(2)   Fase Penetrasi

Meskipun tidak memilki enzim untuk metabolisme, bakteriofage memiliki enzim lisosom yang berfungsi merusak dinding sel bakteri. Setelah dinding sel bakteri terhidrolisi, maka DNA fage masuk ke dalam sel bakteri

(3)   Fase Replikasi dan Sintesis

Pada fase ini, fage merusak DNA bakteri dan menggunakannya sebagai bahan untuk replikasi dan sintesis. Pada fase replikasi, fage menyusun dan memperbanyak DNAnya. Pada fase sintesis, fage membentuk selubung-selubung protein (kapsid) baru. Bagian-bagian fage yang terdiri dari kepala, ekor dan serabut ekor telah terbentuk.

(4)   Fase Perakitan

Komponen-komponen fage akan disusun membentuk fage baru yang lengkap dengan molekul DNA dan kapsidnya.

(5)   Fase Pembebasan atau lisis

Setelah fage dewasa, sel bakteri akan pecah (lisis), sehingga fage yang baru akan keluar. Jumlah virus baru ini dapat mencapai 200 buah. Pembentukkan partikel bakteriofage melalui siklus litik ini memerlukan waktu 20 menit.

b) Infeksi secara lisogenik Infeksi secara lisogenik melalui fase-fase berikut ini:

(1) Fase Absorpsi dan Infeksi

Pada fase absrpsi dan infeksi peristiwa yang terjadi sama halnya dengan fase absropsi pada infeksi secara litik. Fage menempel di tempat yang tepat yang spesifik pada sel bakteri.

(2) Fase Penetrasi

Pada fase ini, fage melepas enzim lisozim sehingga dinding sel bakteri berlubang. Selanjutnya, DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.

(3) Fase Penggabungan

DNA virus bergabung dengan DNA bakteri membentuk profage. Dalam bentuk profage, sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif, tetapi sedikitnya ada satu gen yang selalu aktif. Gen aktif berfungsi untuk mengkode protein reseptor yang berfungsi menjaga agar sebagian gen profage tidak aktif.

(4) Fase Replikasi

Saat profage akan bereplikasi, itu artinya DNA fage juga turut bereplikasi. Kemudian ketika bakteri membelah diri, bakteri menghasilkan dua sel anakan yang masing-masing mengandung profage. DNA fage (dalam profage) akan terus bertambah banyak jika sel bakteri terus menerus membelah. Bakteri lisogenik dapat diinduksi untuk mengaktifkan profagenya. Pengaktifan ini mengakibatkan terjadinya siklus litik.

 

2.    Proses Infeksi Bakteri

Proses infeksi bakteri dimulai dari, dimana suatu bakteri harus menempel dan melekat pada sel inang biasanya pada sel epitel. Setelah bakteri mempunyai kedudukan yang tetap untuk menginfeksi, mereka mulai memperbanyak diri dan menyebar secara langsung melalui jaringan atau melalui sistem limfatik ke aliran darah. Infeksi ini (bakteremia) dapat berlangsung sementara atupun menetap. Bakteremia mempunyai kesempatan untuk menyebar ke dalam tubuh serta mencapai jaringan yang cocok untuk memperbanyak diri.

Contoh Proses Infeksi Bakteri :

a.    Peunemonia

Pneumococcal pneumonia adalah contoh infeksi S. Pneumoniae dapat dibiakkan dari nasofaring 5-40 %orang sehat. Kadang pneumococcus dari nasofaring diaspirasi ke dalam paru-paru : aspirasi yang paling sering terjadi pada orang yang lemah seperti pada orang yang koma, dimana refleks batuk yang normal hilang. Infeksi berkembang pada rongga udara  terminal paru-paru pada seseorang yang tidak mempunyai antibodi pelindung melawan pneumococcus yang memiliki tipe polisakarida kapsul. Multiplikasi pneumococci bersama dengan inflamasi (keradangan) akan menimbulkan pneumonia. Pneumococci dapat menyebar sehingga menyebabkan infeksi sekunder (misal cairan cerebrospinal, katup jantung, ruang persendian). Komplikasi utama dari pneumococcal pneumonia adalah miningitis, endocarditis dan septic arthritis.

b.    Kolera

Proses infeksi pada kolera meliputi ingesti vibrio cholerae, atraksi khemotaktik bakteri pada epitelium usus, motilitas bakteri dengan flagellum polar tunggal, dan penetrasi lapisan mukus pada permukaan intensial. V. Cholerae tetap tinggal pada permukaan sel epitel dengan diperantai oleh pili dan kemungkinan oleh adhesi lain. Prosuksi toksin kolera mengakibatkan terjadinya aliran kllorida dan air ke dalam lumen usus, menyebabkan diare dan ketidakseimbangan elektrolit.

c.    Yersenia pestis

Yersinia pestis  adalah bakteri intrasel Gram-negatif- kultatif yang ditularkan oleh gigitan fleabites atau aerosol dan menyebabkan infeksi sistemik yang sangat invasif dan sering mematikan, disebut pes. Pes menyebabkan Pes dapat ditemui di seluruh dunia, terutama di benua Afrika. Sebagian besar penderita pes merupakan penduduk desa, lebih banyak ditemui pada laki – laki, dan dapat terjadi pada semua umur. Pes disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

Bakteri ini pada awalnya menginfeksi kutu. Ketika kutu menggigit tikus, maka tikus tersebut akan terinfeksi bakteri pes. Dengan demikian,  jika kutu lain menggigit tikus sakit tersebut, maka kutu tersebut juga akan terinfeksi.  Jika kutu – kutu ini menggigit manusia, maka bakteri dalam tubuh kutu akan masuk ke dalam tubuh manusia, mengikuti aliran getah bening dan menyebar melalui sirkulasi darah. Di kelenjar getah bening, bakteri ini menimbulkan reaksi radang berupa bengkak, kemerahan dan nanah.

Bakteri ini kemudian menyebar melalaui aliran darah ke organ-organ lain seperti limpa, paru-paru, hati, ginjal dan otak. Ketika sampai paru-paru, bakteri ini dapat menyebabkan radang (pneumonia) dan dapat menularkan penyakit kepada orang lain melalui batuk atau bersin. Bakteri yang dibatukkan dapat bertahan di udara dan dapat terhirup oleh orang lain. Pes tidak hanya dapat menginfeksi tikus, namun juga bisa menginfeksi kucing, anjing, dan tupai.

d.    Mikobakteri

Bakteri dalam genus Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang langsing aerob yang tumbuh membentuk rantai lurus atau bercabang. Mycobacterium  memiliki dinding  sel berlemak  yang terdiri atas asam mikolat yang menyebabkan kuman ini tahan asam, yang membuat bakteri ini asam dan alkohol. Mikobakteri memberi hasil positif lemah pada warna garam.

e.    Kusta

Kusta, atau lepra atau penyakit Hensen, adalah infeksi progresif lambat akibat Mycobacterium leprae, yang mengenai  kulit dan saraf perifer serta menyebabkan deformitas. M. leprae yang terhirup, seperti M. tuberculosis, diserap oleh makrofag alveolus dan menyebar melalui darah, tetapi tumbuh di jaringan yang relatif dingin di kulit dan ekstremitas. Meskipun tidak mudah menular, kusta tetap menyebabkan endemi pada sekitar 10 sampai 15 juta orang yang tinggal di negara miskin di daerah tropis.

Kusta memiliki dua pola penyakit yang mencolok. Pasien dengan bentuk yang lebih ringan, kusta tuberkuloid,memperlihatkan lesi kulit kering berskuama yang mengalami penurunan sensibilitas. Pasien  ini sering memperlihatkan keterlibatan saraf perifer besar yang asimetris. Bentuk kusta yang lebih berat, kusta lepromatosa, menyebabkan pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang simetris. Bentuk ini juga disebut sebagai Ikusta lempromatosa, menyebabkan pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang simetris.

f.     Sifilis

Sifilis, atau dikenal juga dengan raja singa, adalah penyakit infeksi menular seksual yang bersifat kronis. Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis dapat menyerang organ-organ dalam tubuh seperti jantung, otak dan susunan saraf. Penyakit sifilis dapat menyerang laki-laki maupun wanita, dan segala usia.

Penyakit sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penyebaran penyakit terjadi melalui sentuhan langsung dengan luka yang mengandung Treponema pallidum, seperti melalui hubungan seksual yang tidak aman ataupun kontak fisik lainnya, seperti menyentuh luka pada penderita sifilis atau menggunakan pakaian bergantian tanpa dicuci terlebih dahulu.

Hubungan seksual tidak aman yang dimaksud seperti berhubungan dengan PSK (Pekerja Seks Komersil) yang sudah terlebih dahulu terinfeksi, atau berganti-ganti pasangan seksual. Hubungan seksual yang dimaksud tidak hanya lewat vagina, namun juga bisa melalui mulut, anus, ataupun jari. Berciuman juga dapat menularkan sifilis bila pada kedua pasangan terdapat luka pada mulutnya dan salah satunya sudah terinfeksi sifilis. Tanpa hubungan seksualpun, penyakit sifilis dapat menular melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi dengan bakteri sifilis.

Sifilis dapat ditularkan langsung dari ibu yang sedang hamil ke janin yang dikandungnya, namun sifilis bukanlah penyakit keturunan. Sifilis dapat menular juga melalui transfusi darah yang tidak steril.

Media Infeksi Bakteri

1)   Melalui makanan atau minuman

infeksi yang disebabkan oleh bakteri lebih sering ditularkan melalui makan atau minuman yang dikonsumsi manusia. Akibatnya jika tertelan bakteri melalui makanan atau air yang kotor tersebut manusia dapat menderita berbagai macam penyakit yang menyerang pencernaan.

2)   Melalui kontak langsung

Bersentuhan secara langsung dapat menularkanbakteri antara orang yang satu dengan orang yang lain. Berhubungan seksual dengan orang yang memiliki bakteri tersebut juga dapat beresiko terkena bakteri.

3)   Melalui luka

Luka pada bagian tubuh tertentu dapat menjadi akses masuknya bakteri bakteri ke dalam tubuh kita.

4)   Melalui transfusi darah dan jarum suntik

Penggunaan jarum suntik pada saat melakukan transfusi darah baiknya menjadi satu hal yang yang penting untuk diperhatikan, karena apabila saat melakukan transfuse darah jarum suntik tersebut tidak diganti maka resiko untuk tertular bakteri semakin besar.

5)   Melalui udara

Melalui udara, pelepasan bakteri melalui bersin, nafas, dan ludah. jika udara yang mengandung bakteri terhirup oleh orang yang sehat kemungkinan akan menjadi penularan penyakit melalui pernafasan.

6)   Melalui plasenta atau infeksi bawaan

Infeksi terjadi akibat beberapa jenis potogen yang mampu melewati penghalang plasenta, sehingga bisa menginfeksi janin yang ada didalam kandungan. infeksi tersebut mempunyai resiko berbagai kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada bayi/kelainan bawaaan.

3.    Proses Infeksi Jamur

Pada keadaan normal kulit memiliki daya tangkis yang baik terhadap kuman dan jamur karena adanya lapisan lemak pelindung dan terdapatnya flora bakteri yang memelihara suatu keseimbangan biologis. Akan tetapi bila lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi. Terutama pada kulit yang lembab, misalnya tidak dikeringkan dengan baik setelah mandi, karena keringat, dan menggunakan sepatu tertutup.Penularan terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosisbersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab, dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki, infeksi dengan spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar mandi.

Kulit manusia memiliki lapisan pelindung yang terdapat flora bakteri, lapisan tersebut dalam keadaan normal dapat memelihara dan menjaga keseimbangan biologis kulit yang menyebabkan kulit memiliki daya tangkis terhadap jamur dan kuman. Mekanisme infeksi jamur sebagai berikut.

a.    Tahap Inkubasi

Ketika lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi pada kulit manusia terutama pada kulit yang lembab.

Beberapa aktivitas yang menyebabkan kulit menjadi lembab adalah kulit tubuh yang tidak dikeringkan dengan baik setelah mandi, berkeringat, dan menggunakan sepatu tertutup. Penularan jamur terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosis bersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab, dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki. Infeksi dengan spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar mandi.

b.    Tahap Produmal

Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh menjadi mycellium dengan menggunakan serpihan kulit sebagai makanan.

c.    Tahap Sakit

Benang mycellium menyebar ke seluruh arah sehingga lokasi infeksi meluas. Enzim yang dimiliki fungi menembus ke bagian dalam kulit dan mengakibatkan suatu reaksi peradangan. Peradangan tersebut terlihat seperti bercak-bercak merah bundar dengan batas-batas tajam yang melepaskan serpihan kulit sehingga menimbulkan rasa gatal-gatal dikulit.

4.    Proses Infeksi Parasit

Penularan penyakit parasitik terjadi karena stadium infektif berpindah dari satu hospes ke hospes yg lain. Parasit menginvasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan menghambat respon imun host:

a.    Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host vertebrata

b.    Menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam host

c.    Parasit protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel host atau membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Dan kemudian parasit menyembunyikan mantel antigeniknya secara spontan ataupun setelah terikat pada antibodi spesifik.

d.    Lalu parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masing-masing parasit.

Parasit dapat berpindah ke hospes lain dengan cara:

1)   Hand to mouth

2)   Dibawa oleh vektor (binatang penular): nyamuk

3)   Dibawa oleh hospes perantara :

-  Siput

-  Ikan

-  Sapi/babi

Stadium infektif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara:

(a)     Kontaminasi makanan dan minuman

(b)     Kontaminasi kulit atau selaput lender

(c)     Gigitan serangga

5.    Proses Infeksi Riketsia

Rickettsiiosis ditularkan melalui gigitan serangga pada kulit, hanya penyebab Q fever  yang ditularkan leawat udara (air borne),sehingga pada penyakit ini tidak ditemukan kelainan kulit. Beberapa jenis mamalia dan athropoda merupakan hospes alam untuk rickettsia, bahkan yang terakhir dapat bertindak sebagai vektor dan resevoir. Infeksi pada manusia hanya bersifat insidentil, kecuali pada tifus epidemik yang vektor utamanya kutu manusia juga, yaitu Pediculus vestimenti.

Riketsia mempunyai enzim yang penting untuk metabolisme. Dapat mengoksidasi asam piruvat, suksinat, dan glutamat serta merubah asam glutamat menjadi asam aspartat.Riketsia tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Riketsia prowazekii dan Riketsia typhi tumbuh dalam sitoplasma sel. Sedangkan golongan penyebab spotted fever tumbuh di dalam inti sel. Riketsia dapat tumbuh subur jikametabolisme sel hospes dalam tingkat yang rendah, misalnya dalam telur bertunas pada suhu 32o C. Pada umumnya riketsia dapat dimatikan dengan cepat pada pemanasan dan pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Riketsia memasuki sel inang dengan menginduksi fagositosis, lalu segera lolos dari fagosom untuk tumbuh dan berkembang biak di dalam sitoplasma (atau nukleus) sel inang. Sel inang biasanya akan lyse pada akhirnya, menyebabkan pelepasan organisme baru. Sel inang juga dirugikan oleh efek racun dari dinding sel.  Tahap-tahap infeksi:

a.    Riketsia typhi memperoleh bahan makanan dari darah yang diambil dari spesies inang lalu masuk dan tumbuh didalam sel epitel usus dari kutu dan keluar bersama dengan tinja yang dikeluarkan kutu.

b.    Riketsia typhi yang beradapada tinja dari kutu tersebut menjangkiti tikus dan manusia melalui inokulasi intrakutan dengan penggarukan kulit, atau perpindahan oleh jari kedalam membran lendir.

c.    Riketsia typhi tidak menyebar secara efektif ke sel-sel lainnya sampai pembelahan binernya telah selesai, yang pada akhirnya membuat sel inang retak dan pecah serta membebaskan sejumlah besar riketsia typhi.

d.    Penggandaan diri inilah yang menyebabkan kehancuran sel endothelial yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan kehilangan darah.

1)   Gambaran Patologi

Rickettsia berkembangbiak di dalam sel endotel pembuluh darah kecil. Sel membengkak dan nekrosis, terjadi trombosis pembuluh darah yang dapat mengakibatkan ruptur dan nekrosis. Di kulit nampak nyata adanya lesi vaskuler. Vaskulitis yang terjadi pada bebrapa organ merupakan dasar terjadinya gangguan hemostatik. Dalam jaringan otak dapat ditemukan penumpukan limfosit, leukosit, polimorfonuklear dan makrofag yang bertalian dengan kelainan pembuluh darah pada mas akelabu. Kelainan ini disebut nodul tifus. Pada pembuluh darah kecil jantung dan organ-organ lainnyapun dapat terkena kelainan yang serupa.

2)   Imunitas

Infeksi rickettsia pada manusia diikuti dengan timbulnya kekebalan yang tidak lengkap (hanya sebagian) terhadap infeksi yang berasal ari suatu sumber luar. Selain itu seringkali terjadi relaps. Dalam suatu  biakan sel makrofag, ricketttsia juga difagositosis dan selanjutnya dapat berkembang baik intraseluler meskipun ada antibodi. Jika kedalamnya dimasukkan limfosit yang berasal dari inatang yang telah kebal, maka pembiakan tersebut akan terhenti.

3)   Gambaran Klinik

Semua infeksi rickettsia ditandai dengan adanya demam, sakit kepala, malaise, lesu, kelainan dikulit (skin rash), pembesaran limpa dan hati, hanya pada Q  fever tidak disertai adanya kelainan dikulit. Kadang-kadang disertai dengan adanya pendarahan di baeah kulit. Pada kasus-kasus yang berat dapat dijumpai gejala stupor, delirium dan bahkan shock atau bercak-bercak gangren di kulit atau jaringan subkutan. Mortalitasnya sangat variabel, mulai kurang 1 % sampai stinggi 90 %. Setelah sembuh pada umumnya timbul kekebalan. Masa tunas antara 1 smpai 4 minggu.

4)   Penyakit yang disebabkan infeksi Rickettsia

(a)     Golongan Tifus

Rickettsia penyebab tifus epidemik dan tifus endemik, yaitu Rickettsia prowazekii dan Rickettsia typhi. Kuman ini berkembangbiak didalam sitoplasma sel hospes. Penyakit yang ditimbulkan disebut demam tifus. Masa tunas antara 5-18 hari. Pada dasarnya gambaran klinik demam tifus sama, hanya tifus endemik gejala penyakitnya lebih ringan jika dibandingkan dengan tifus epidemik dan jarang berakibat fatal.

(b)     Golangan Spotted Fever

Golongan ini termasuk penyakit demam oleh rickettsia yang sulit dibedakan dari penyebab golongan tifus, tetapi dapat berkembang biak di dalam sitoplasma ataupun inti sel hospes. Penyakitnya terutama ditularkan oleh sengkenit (tick) dan bukan oleh kutu atau pinjal. Dalam tubuh sengkenit, kuman tersebar di seluruh organ, termasuk ovarium dan kelenjar ludah, sehingga dapat terjadi transmisi secara transovarium dan lewat air ludah. Jadi selain sebagi vektor, sengkenit juga berfungsi sebagai reservoir primer.

(c)     Golongan Demam Semak

Demam semak atau scrub typus disebabkan oleh Rickettsia nipponica. Penyakit ini ditularkan oleh tungau trombiculid dalam stadium larva (chigger). Tungau dapat berfungsi sebagai vektor dan reservoir sekaligus. Gejala penyakit menyerupai tyfus endemik. Sering ditemukan limfositosis dan limfadenopati, 1-2 minggu setelah gigitan larva infeksius, timbul demam, menggigil, dan sakit kepala hebat. Beberapa hari berikutnya timbul kelainan di kulit dan pneumonitis.

(d)     Demam query (Q fever)

Demam ini disebabkan oleh Coxiella burnetii  yang termasuk keluarga rickettsiaceae. Berbeda dengan rickketsia lainnya karena dapat tahan hidup di luar sel hospes, penularan pada manusia lewat gigitan serangga, gejala penyakit yangditimbulkan berupa pneumonitis tanpa kelainan kulit, dan tidak menimbulkan antibodi terhadap Proteus strain OX. Penyakit yang ditimbulkan berlangsung secara mendadak, demam dan menggigil tanpa kelainan kulit.

(e)     Demam Parit (trench fever)

Demam ini disebut juga demam lima hari yang disebabkan oleh Rochalimaea quintana berbeda dengan rickettsia lainnya karena tidak dapat dikembangbiakkan dalam binatang percobaan biasa, biakan sel ataupun dalam telur bertunas, tetapi dapat tumbuh dalam agar darah dengan suasana udara kadar CO2 10 %. Tidak dikenal adanya binatang sebagi reservior. Ditularkan oleh kutu manusia lewat tinja yang dikeluarkannya. Kuman berkembangbiak di dalam lumen usus buka di dalam sel epitel usus. Siklus infeksi hanya terbatas pada kutu manusia. Demam ini berlangsung secara mendadak dan hilang timbbul dengan siklus 3-5 hari. Gejala lainnya berupa sakit kepala, malaise, nyeri otot dan nyeri tulang, terutama di daerah tulang kering.

6.    Proses Infeksi Klamida

Infeksi kronik klamidia dapat memicu kerusakan tuba yang dari beberapa penelitian in vitro diperkirakan dapat diakibatkan oleh:

a.    Badan elementer Klamidia trakomatis yang terdapat pada semen pria yang terinfeksi menularkan ke perempuan pasangan seksualnya.

b.    Klamidia naik ke traktus reproduksi wanita dan menginfeksi sel epitel padatuba falopii.

c.    Didalam sel badan elementer berubah menjadi badan retikulat dan mulai untuk bereplikasi.

d.    Jalur apoptosis dihambat,yang menyebabkan sel yang terinfeksi dapat bertahan.

e.    Ketika jumlah badan elementer mencapai tingkat densitas tertentu, maka badan elementer tersebut akan terlepas darisel epitel dan menginfeksi sel disebelahnya.

f.     Badan elementer ekstaseluler akan mengaktivasi sistem imun berupa diproduksinya dan sitokin-sitokin proinflamasi lainnya.

g.    Respon imun akan menurunkan jumlah badan elementer dan menghambat replikasi intraseluler dari badan retikulat.

h.    Interupsi replikasi badan retikulat menyebabkan klamidia tetap ada dalam bentuk intaseluler sehingga dapat menimbulkan respon imun yang bersifat destrruksif. Pada bentuk persisten ini, potein-60 (CHSP60) dilepaskan, yang dapat menyebabkan respon inflamasi.

i.      Ketika jumlah badan elementer berada di bawah kadar kritis tertentu maka aktivasi sistem imun berhenti dan replikasi badan retikulat mulai kembali.

j.      Perubahan siklus infeksi badan elementer dengan destruksi dari sel epitel baru dan persisten dalam intaseluler dengan pelepasan CHSP60 menyebabkan pembentukkan jaringan parut dan merusak patensi tuba falopii.

7.    Perbedaan Proses Infeksi Berbagai Agen Infeksius

Tubuh memiliki benteng terhadap infeksi yang tersebar di seluruh jaringan dan mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Benteng pertama diperankan oleh kulit yang utuh, membran mukosa permukaan dan sekret yang diproduksi. Contohnya lisozym air mata merusak peptidoglikan dinding bakteri.

Agen penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia. Infeksi virus yang menyebabkan penyakit umumnya digolongkan ke dalam sistem organ yang terkena, seperti infeksi virus pernapasan, bentuk kelainan klinik yang di timbulkan seperti virus yang menyebabkan eksastema, dan sifat infeksi infeksi laten virus. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri sering terjadi bersamaan dengan adanya rasa sakit, nyeri, atau borok pada bagian tubuh. Ada waktu saat sistem kekebalan tubuh tidak dapat menyingkirkan suatu infeksi bakteri. Masing-masing faktor penyebab memiliki karakteristik tersendiri. Jamur menimbulkan infeksi umumnya terjadi di kulit. Infeksi jamur lebih cenderung mengenai daerah-daerah yang sering berkeringat dan lembab, seperti muka, badan, kaki, lipatan paha, dan lengan. Parasit yang terdiri dari vermes dan protozoa menimbulkan infeksi melalui kontak langsung maupun tidak langsung.

 

BAB III

PENUTUPAN

A.      Kesimpulan

Infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi ke dalam tubuh seseorang atau hewan. Pada infeksi yang “manifes”, orang yang terinfeksi tampak sakit secara lahiriah. Pada infeksi yang “non-manifes”, tidak ada gejala atau tanda lahiriah. Jadi, infeksi jangan dirancukan dengan penyakit.

Istilah “infeksi” juga hanya mengacu pada organisme patogen, tidak pada semua jenis organisme. Sebagai contoh, pertumbuhan normal flora bakteri yang biasa hadir di dalam saluran usus tidak dianggap sebagai infeksi. Hal yang sama berlaku untuk bakteri yang biasanya menghuni mulut. Agen infeksi yang kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Respon dan toleransi tubuh pasien dipengaruhi oleh Umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid, intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.

B.       Saran

Setelah mempelajari tentang infeksi ini kiranya kita dapat memanfaatkan semaksimal mungkin meteri ini sehingga kita dapat mengerti dan memahami tentang infeksi Penulis sadar dan mengakuinya, masih banyak kesalahan dan kekurangan yang harus ditutupi. Oleh karena itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari para pembaca guna dan tujuan untuk memperbaiki dan melengkapi apa yang kurang dalam makalah kami ini.


DAFTAR PUSTAKA

Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta; 2001

Schaffer, et al (2000) Pencegahan Infeksi & Praktik yang Aman, Jakarta: EGC.

Sjamsuhidayat & De Jong (2004) Buku ajar Ilmu Bedah, EGC: Jakarta.

Kirk, L. S. V., Hayes, S. F.,& Heinzen, R. A. (2000). Ultrastructure of Rickettsia Rickettsii Actin Tails and Localization of Cytoskeletal Proteins: Review literatur. Infection and Immunity Journal. Vol 68,No. 8 : 4706-4713

Maftukhah, M. (2011). Agen infeksius, faktor yang mempengaruhi, dan perbedaan proses infeksi. Di akses pada 19 Februari 2018, dari  https://www.scribd.com/doc/55932944/Agen-Infeksius.

Pringgoutomo, S., Himawan, S. & Tjarta, A. (2012). Buku AjarPatologi I (Umum). Jakarta: Sagung Seto.

Staf Pengajar FK UI. (1993). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara Tamboyong J (2000) Patofisiologi. Jakarta: Kedokteran EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS (SOSIOLOGI)

  BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Perkembangan individu (remaja) berlangsung terus menerus dan tidak dapat diulangkembali. Masa ...